Hukum Sunat Perempuan dalam Perspektif Islam, Apakah Wajib atau Tidak?

hukum sunat perempuab

Bagaimana hukum sunat perempuan menurut perspektif Islam? Untuk kamu ketahui, hal ini masih terus menjadi pertanyaan dan perdebatan di antara kalangan para ulama. Fenomena sunat perempuan sebenarnya bukanlah hal asing yang terdengar di telinga kita saat ini, sebab sejak zaman dahulu pun sunat perempuan juga dilakukan menurut adat maupun budaya di masyarakat tertentu. Lantas, apakah hal ini wajar dan apa hukumnya? Berikut penjelasannya.

Sunat perempuan

Proses sunat perempuan

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sunat perempuan adalah membuang sebagian dari organ kelamin wanita (klitoris) dan lipatan kulit di sekitar klitoris. Sementara itu, mengutip sebuah artikel di laman Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, cara ini dalam bahasa Arab disebut khifadh yang berasal dari kata khafdh yang artinya memotong/ membuang ujung klitoris pada alat kelamin perempuan.

WHO mengkategorikan empat prosedur sunat bagi perempuan, di antaranya:

  1. Klitoridektomi. Menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan lipatan kulit di sekitar klitoris.
  2. Eksisi. Membuang/ memotong sebagian atau seluruh bagian klitoris dan bagian dalam vulva.
  3. Infibulasi. Melakukan penyempitan lubang vagina, terkadang dengan menjahit atau tanpa mengangkat bagian klitoris pada vagina.
  4. Meliputi prosedur sunat berbahaya lainnya, yaitu menggores, menusuk hingga membakar bagian luar alat kelamin perempuan.

Bagaimana Hukumnya dalam Islam

Sebagian ulama madzhab Syafi’I mengatakan bahwa hukum sunat wajib bagi laki-laki dan tidak untuk perempuan. Hal ini tertera dalam Kitab I’anatuth Thalibin yang menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki wajib berkhitan jika pada waktu lahir belum terkhitan.

Namun, dalam kitab Al-Fatawy Nomor Fatwa 68002 tertera tentang sunat perempuan hukumnya hanya sunah untuk pelaksanannya. Kitab ini menyebutkan bahwa perempuan tidak wajib untuk sunat menurut beberapa pandangan dan pendapat ahli ibadah.

Mengutip republika.co.id, Mazhab Hanafi sepakat bahwa sunat tidak wajib bagi perempuan. Mayoritas ulama melihat hal ini dari perspektif hukum taklifi yaitu sunat merupakan suatu kemuliaan bagi perempuan.

Dalam sebuah kitab Fathul Qadir, seoran ulama mazhab Hanafi, Ibnul Humam menjelaskan,”Praktik sunat adalah membuang atau memotong sebagian dari alat kelamin laki-laki dan kelamin perempuan. Hukum sunat yaitu sunat bagi laki-laki adalah sunah, sedangkan bagi perempuan adalah kemuliaan.”

Seorang ulama dari Mazhab Syafi’iyah menjelasakan bahwa hukum sunat adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan. Sebagian dari Mazhab Hanabilah dan Malikiyah pun memiliki pendapat yang sama. Akan tetapi, pendapat Imam Ahmad yaitu sunat wajib bagi laki-laki dan menjadi keutaamaan/ kemuliaan bagi perempuan.

Picture of admin

admin

Leave a Replay

Artikel dan Berita Lainnya

promo november