Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan pada laki-laki. Kata hipospadia berasal dari bahasa
Yunani yaitu Hypo, yang berarti di bawah, dan Spadon, yang berarti lubang.
Jadi, kelainan dari lahir ini terjadi ketika uretra tidak berada pada posisi yang seharusnya atau ujung penis. Uretra adalah sebuah saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan ujung penis. Normalnya, lubang uretra terletak tepat pada ujung penis untuk mengeluarkan urine. Namun, pada hipospadia lubang uretra justru berada pada bagian bawah alat kelamin laki-laki.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), pembukaan uretra bisa terletak di sepanjang batang penis. Dalam beberapa kasus, pembukaan uretra bisa juga berada di pertemuan penis dan skrotum.
Lebih lanjut, kondisi ini patut diwaspadai karena perkembangan prevalensinya pada beberapa negara yang cukup pesat tanpa diketahui penyebabnya. Angka kejadian kelainan ini bervariasi pada setiap negara. Kemungkinan kelainan ini terjadi pada 1 dari 250-300 kelahiran laki-laki. Namun, kemungkinan juga hipospadia akan meningkat 13 kali lebih sering pada laki-laki yang saudara dan orangtuanya menderita hipospadia.
Di Indonesia sendiri, Berdasarkan jurnal berjudul ‘Common Practice of Hypospadias Management by Pediatric Urologists in Indonesia: A Multi-center Descriptive Study from Referral Hospitals’ (2019), ada 591 kasus hipospadia yang tercatat sepanjang Juni-September 2018.
Lalu, apakah sebenarmya gejala dan penyebab hipospadia dan bagaimana penanganannya? Simak penjelasan dalam artikel berikut ini.
Apa saja gejala hipospadia?
Gejala yang paling utama yaitu saat ujung uretra tidak berada pada ujung penis. Biasanya lubang kencing terletak dekat kepala penis, tetapi dalam beberapa kasus lain terdapat pula pada bagian tengah dan bawah penis hingga area skrotum atau kantung buah zakar. Selain secara fisik, pengidap kondisi ini juga mengalami gejala lain sebagai berikut:
- Bagian kulup hanya menutupi bagian atas kepala penis.
- Sebagian akan memiliki penis melengkung saat ereksi.
- Memiliki aliran kencing yang tidak normal sehingga harus duduk saat berkemih.
Apa yang menjadi penyebabnya?
Lubang kencing seharusnya terletak pada ujung penis. Namun, bayi laki-laki dengan kelainan ini akan memiliki lubang kencing yang berada pada sisi bawah batang penis. Selain itu, lubang kencing kemungkinan terletak pada bagian antara batang penis dengan kantong buah zakar atau skrotum. Hingga saat ini, penyebabnya belum tahu secara pasti. Namun, para ahli menduga bahwa kondisi ini dapat terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Menurut Boston’s Children Hospital, penyebab kelainan penis ini adalah kerusakan hormon. Ketika penis berkembang dalam kandungan, hormon tertentu akan memainkan penting untuk membentuk uretra dan kulup. Timbulnya kerusakan pada hormon yang mungkin mengganggu pembentukan penis secara sempurna, sehingga menyebabkan kelainan penis pada bayi laki-laki.
Apa saja faktor yang meningkatkan risiko mengidap kondisi ini?
Meski penyebabnya belum pasti, sejumlah kondisi berikut ini mungkin dapat meningkatkan risiko bayi laki-laki terlahir dengan kelainan penis ini, seperti:
- Riwayat keluarga.
- Genetika.
- Hamil usia lebih dari 35 tahun.
- Paparan zat tertentu selama kehamilan.
- Perawatan kesuburan.
Adakah komplikasi yang mungkin bisa terjadi?
Proses tumbuh dan kembang anak akan terganggu bila kondisi ini tidak segera mendapatkan penanganan. Hal ini bisa membawa masalah saat anak belajar buang air kecil di toilet. Lubang uretra yang tidak berada pada bagian ujung penis kemungkinan membuat pengidap memiliki batang penis yang melengkung. Kondisi inilah yang membuat orang dengan hipospadia sulit untuk kencing sehingga harus buang air kecil dalam posisi jongkok atau duduk. Setelah beranjak dewasa, kelainan ini bisa menimbulkan kelengkungan abnormal saat penis ereksi. Kondisi ini bisa mengganggu saat harus berhubungan seks. Meski tidak memengaruhi fungsi seksual pria, kelainan lubang kencing ini bisa menyebabkan laki-laki dewasa sulit memiliki keturunan. Pasalnya, air mani dan sperma akan sulit masuk tepat ke dalam rahim saat ejakulasi untuk membuahi sel telur selama berhubungan seksual.
Bagaimana cara mengobatinya?
Pengobatan perlu bayi lakukan agar kondisi penis normal seperti pada umumnya. Tindakan medis yang paling umum adalah melalui prosedur pembedahan. Dokter akan membuat lubang uretra alias lubang kencing baru pada kepala penis. Pembedahan korektif ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin, antara usia 6–12 bulan.Meski begitu, melakukan pembedahan bisa saat anak-anak atau dewasa bila kondisi tidak tidak terdeteksi setelah bayi baru lahir. Kebanyakan pasien langsung pulang usai operasi. Pasien perlu menggunakan kateter urine, yakni saluran buatan dari plastik untuk membantu mengalirkan urine dari penis. Setelah pembedahan, biasanya urine akan bercampur dengan darah. Dokter akan memberikan obat pereda nyeri dan antibiotik untuk mencegah infeksi pascaoperasi. Kateter yang terpasang sebelumnya bisa dokter lepas dalam waktu 10 hari. Biasanya, pasien hanya membutuhkan dua kali kontrol setelah pembedahan dilakukan. Setelah operasi, pasien mampu memiliki fungsi penis dan kehidupan seks yang normal ke depannya.
Baca Juga: Epispadia dan Hipospadia, Dua Kondisi Penis yang Berbeda